Nahdlatul Ulama (NU) akan memasuki usia satu abadnya Tepanya pada tanggal 7 februari 2023. Usia Ormas yang sudah paripurna. Memperingati seratus tahun (satu abad) ini, bukan semata-mata hanya perhelatan seremonial semata yang telah diperingati dari masa-ke masa, melainkan menjadi refleksi apa yang NU wujudkan kedepan yang penuh tantangan lebih besar.
Katib Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staqup menegaskan, di tengah semakin besarnya NU, organisasi yang didirikan para ulama ini juga penyan tantangan yang cukup besar.
NU harus bisa memberikan pemahaman tentang agama dengan tepat kepada umat manusia di abad 21 ini yang hidup dalam peradaban baru.Kebayakan pihak yang tidak memahami alas dan tujuan agama itu diturunkan.
Keberadaan agama terkadang justru malah menjadi faktor penyebab terjadinya konflik antar sesama manusia. Demikian ini tentu sudah keluar dari peran agama itu sendri.
Menurut data penelitian beliau kemukakan, konflik besar kerap kali terjadi akibat pemahaman terhadap agama tidak benar atau cara pendekatannya tidak tepat.
Tantanan masyarakat dan peradabannya hancur akibat konflik ini. Kalau kita perhatikan “di mana-mana gama di seluruh dunia itu cendrung memicu terjadinya konflik. Untuk itu, persoalan ini harus tanggapi dan diselesaikan dengan serius agar tidak terus meluas.
Dalam konteks sejarah, agama Islam khsusnya, selalu menekan pada aspek perdamaian, menciptakan tatanan dan peradaban yang maju di tengah masyarakat, menjadikan manusia memiliki perang yang mulia dan seterusnya.
Benar-benar menjawab tantangan ini, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) jauh sebelum itu pernah mengungkapkan pemikirannya di dalam sebuah pidantonya tentang bagaimana cara beragama atau cara pendekatan agama tersebut.
Beliau mengatakan ada tiga pendekatan agama:
1.Pendekatan Filosofis
Pendekatan filosofis adalah memaknai agama itu sendiri. Agama di jadikan sebuah nilai yang tidak hanya terpaku pada teks-teks agama saja.
2.Pendekatan Etis
Pendekatan etis adalah di mana agama ditampilkan dengan kesopanan universal. Sopan santunan dalam agama sebagai salah satu upaya memilih hubungan persaudaraan baik itu sesama muslim maupun kepada saudara kita non muslim. Tauladan ini sudah pernah mengadukan Nabi Muhammad kepada kaum kafir Quraisy yang senantiasa memusuhi beliau. Namun Nabi tetap menunjukan sikap rendah hati, santun santun dan lembut lembut kepada kau kafir quraisy tersebut. Maka tidak mengherankan bahwa siapapun akan mengganggu sikap prilaku beliau.
Berbeda dengan kebyakan manusia sekarang, sekain percaya seseorang makan semakin menyusahkan orang lain. Apa yang dikerjakan orang lain yang tidak sesuai dengan pengetahuan agamanya, maka orang itu dengan mudah sekali mengkafir-kafirkan dan bahkan bisa membunuh. Padahal, Iman itu orientasinya adalah Aman, yang bearti memberi kemanan kepada orang lain. Sedangkan orientasi Islamnya adalah Keselamatan yang memberikan keselamatan kepada orang lain.
3.Pendekatan Humanis
Pendekatan Humanis adalah pendekatan yang dapat diwujudkan dalam persaudaraan yang utuh sesama manusia. Islam sesungguhnya agama kasih. Nabi bahkan diutus untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam yang mengandung makna menebar kasih ucapan yang melitasi. Jangankan terhadap sesama manusia, bahkan terhadap seluruh mahkluk ciptaan Allah SWT.
Dari ketiga pendekatan di atas, mengalahkan pendekaan legal formal, yang tidak hanya tekanan halal dan haram saja. Pendekatan ketiga ini tidak bertumpu pada fiqih agam, namun lebih esensi agama. Bukan berarti melepaskan Teologi, akan tetapi pendekatan ini adalah wujud dari teologi tersebut yang berupa filosofis, etis dan humanis.
Menurut Gusdur, semua agama yang sama yang membedakannya adalah teologinya. Maka, yang sama jangan dibedakan dan yang beda jangan dipaksakan sama. Dengan itu tumbuh persaudaraan yang sejati, bukan hanya menjadi persaudaraan strategi apalagi persaudaraan politis.Maka dari itu, warga Nahdhiyin harus bisa menjelaskan pemikiran-pemikiran Gusdur tersebut kepada umat dan untuk menjawab tantangan NU kedepannya apa yang di ungkapkan Katib Aam (PBNU) KH Yahya Cholil Staqup.
Penulis: Eko Rodjana, S.Pdi, MA
(Dosen STIT SB Pariaman/Pengurus NU Kota Pariaman)